Rahardjo Waluyo Djati adalah aktivis yang pernah diculik ketika masih menjadi Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Djati diculik di RSCM Jakarta, 12 Maret 1998 usai melakukan konperensi pers Komite Nasional Perjuangan Demokrasi (KNPD) di Kantor LBH Jakarta, sekitar pukul 14.00 siang.
Pria yang saat itu aktif di Komite Nasional Perjuangan Demokrasi (KNPD), sayap dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini, mulanya hendak mencari makan bersama sobatnya di organisasi yang sama, Faisol Reza di sekitar Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ketika mereka keluar dari gedung YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, beberapa orang berpakaian preman membuntuti. Raharjo dan Faisol sempat coba melarikan diri ke kawasan Unit Gawat Darurat, nahas mereka terpojok lantaran tak menguasai medan.
Faisol tertangkap lebih dulu. Raharjo, yang sempat bersembunyi di WC, akhirnya ketahuan. Pengakuan ini disampaikan Raharjo kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) pada 5 Juni 1998, tiga bulan selepas diculik. Pria yang selepas reformasi sempat bekerja di stasiun radio Voice of Human Rights (VHR) ini adalah salah satu dari aktivis yang beruntung bisa pulang, seusai diambil paksa tim Mawar dari Kopassus menjelang sidang umum MPR di senjakala Orde Baru. Pengakuannya termasuk yang paling lengkap dan detail soal suasana penculikan tersebut.
Pada masa-masa berat itu, Rahadjo selalu diminta membocorkan di mana lokasi aktivis lainnya yang kerap menuntut pergantian rezim terutama soal posisi Andi Arief. Para aktivis yang diculik juga diiming-imingi pembebasan, asal tidak menyebut kalau diambil paksa aparat keamanan. Kamis 23 April 1998 diproses lagi untuk persiapan pembebasan dan untuk telah dipersiapkan skenario korban salah culik oleh mafia belakang diskotek Menteng dan diancam untuk tidak melanggar hal tersebut karena risikonya seluruh keluarga akan dihabisi.
Rupanya, Andi Arief telah tertangkap di Lampung. Itu nampaknya alasan Rahadjo mulai akan dilepaskan. Dia benar-benar bebas pada Sabtu 26 April 1998. Rahardjo dilepas di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Dia masih mengalami ancaman di detik-detik akan bebas. Kordinator Kontras, komite di YLBHI yang menangani kasus penculikan ini, Munir SH, mengatakan bahwa Djati akan segera diperiksa oleh Pom ABRI. Tapi waktunya belum dipastikan. Munir juga menjelaskan bahwa selain Djati, ada beberapa orang lainnya yang bakal memberi kesaksian di Kontras. Di antaranya, satu orang akan memberikan kesaksian minggu depan. Namun, Munir belum bisa memberi tahu nama orang itu.
Dalam kesempatan itu, menjawab pertanyaan wartawan, Waluyo Djati mengatakan bahwa dirinya memberi kesaksian itu setelah mendapat jaminan keamanan dari Puspom ABRI. Surat jaminan keamanan itu ditandatangani oleh Dan Puspom Mayjen Syamsu D, yang juga mengetuai kasus penembakan aparat keamanan terhadap sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, yang menewaskan empat mahasiswa pahlawan reformasi. Kini, Rahardjo menjabat Ketua Presidium Sekretariat Nasional pendukung Calon presiden Joko Widodo. Dia mengaku dukungan itu tidak terkait pengalaman di masa lalu, melainkan karena politikus PDIP ini merupakan tokoh dengan rekam jejak mumpuni. - Berbagai Sumber
Pria yang saat itu aktif di Komite Nasional Perjuangan Demokrasi (KNPD), sayap dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini, mulanya hendak mencari makan bersama sobatnya di organisasi yang sama, Faisol Reza di sekitar Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ketika mereka keluar dari gedung YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, beberapa orang berpakaian preman membuntuti. Raharjo dan Faisol sempat coba melarikan diri ke kawasan Unit Gawat Darurat, nahas mereka terpojok lantaran tak menguasai medan.
Faisol tertangkap lebih dulu. Raharjo, yang sempat bersembunyi di WC, akhirnya ketahuan. Pengakuan ini disampaikan Raharjo kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) pada 5 Juni 1998, tiga bulan selepas diculik. Pria yang selepas reformasi sempat bekerja di stasiun radio Voice of Human Rights (VHR) ini adalah salah satu dari aktivis yang beruntung bisa pulang, seusai diambil paksa tim Mawar dari Kopassus menjelang sidang umum MPR di senjakala Orde Baru. Pengakuannya termasuk yang paling lengkap dan detail soal suasana penculikan tersebut.
Pada masa-masa berat itu, Rahadjo selalu diminta membocorkan di mana lokasi aktivis lainnya yang kerap menuntut pergantian rezim terutama soal posisi Andi Arief. Para aktivis yang diculik juga diiming-imingi pembebasan, asal tidak menyebut kalau diambil paksa aparat keamanan. Kamis 23 April 1998 diproses lagi untuk persiapan pembebasan dan untuk telah dipersiapkan skenario korban salah culik oleh mafia belakang diskotek Menteng dan diancam untuk tidak melanggar hal tersebut karena risikonya seluruh keluarga akan dihabisi.
Rupanya, Andi Arief telah tertangkap di Lampung. Itu nampaknya alasan Rahadjo mulai akan dilepaskan. Dia benar-benar bebas pada Sabtu 26 April 1998. Rahardjo dilepas di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Dia masih mengalami ancaman di detik-detik akan bebas. Kordinator Kontras, komite di YLBHI yang menangani kasus penculikan ini, Munir SH, mengatakan bahwa Djati akan segera diperiksa oleh Pom ABRI. Tapi waktunya belum dipastikan. Munir juga menjelaskan bahwa selain Djati, ada beberapa orang lainnya yang bakal memberi kesaksian di Kontras. Di antaranya, satu orang akan memberikan kesaksian minggu depan. Namun, Munir belum bisa memberi tahu nama orang itu.
Dalam kesempatan itu, menjawab pertanyaan wartawan, Waluyo Djati mengatakan bahwa dirinya memberi kesaksian itu setelah mendapat jaminan keamanan dari Puspom ABRI. Surat jaminan keamanan itu ditandatangani oleh Dan Puspom Mayjen Syamsu D, yang juga mengetuai kasus penembakan aparat keamanan terhadap sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, yang menewaskan empat mahasiswa pahlawan reformasi. Kini, Rahardjo menjabat Ketua Presidium Sekretariat Nasional pendukung Calon presiden Joko Widodo. Dia mengaku dukungan itu tidak terkait pengalaman di masa lalu, melainkan karena politikus PDIP ini merupakan tokoh dengan rekam jejak mumpuni. - Berbagai Sumber
Tag :
Aktivis