Ireng Maulana adalah seorang pemusik jazz Indonesia. Ireng merupakan salah satu musisi penggagas lahirnya pesta musik International Jakarta Jazz Festival atau lebih dikenal Jak Jazz. Ireng Maulana lahir dengan nama Eugene Lodewijk Willem Maulana di Jakarta, 15 Juni 1944. Ia putra dari pasangan Max Maulana dengan Georgiana Sinsoe. Bakat musiknya menurun dari ayahnya, seorang pemain gitar asal Cirebon dan ibunya asal Sangir, adalah seorang penyanyi yang pandai memainkan piano.
Nama Ireng diperoleh pada masa kanak-kanak. Adik kandung Kiboud Maulana ini terpaksa dititipkan orang tuanya kepada orang lain, untuk mengubah tabiatnya yang amat bandel. Kebetulan yang menerimanya adalah tetangganya, orang Jawa, yang kemudian memberi nama baru "Ireng", yang artinya hitam, meskipun kulit si kecil anak putih bersih. Kesenangan akan jazz mungkin turun dari pamannya, Tjok Sinsoe, pemain bass pada era jazz tahun 40-an.
Sampai usia remaja Ireng belum berminat pada musik. Karena ada rasa tanggung jawab kepada keluarga, lantaran ayahnya meninggal, Ireng kemudian kursus bahasa Perancis dan mengetik, juga kursus pemegang buku bond A dan bond B. Namun bakat musiknya mulai menggoda. Pada usia 16 tahun, Ireng sudah bergumul dengan alat musik, terutama gitar. Dia mulai ikut-ikutan kakaknya Kiboud Maulana, yang waktu itu sudah menjadi gitaris kondang. Semula tujuannya bukan untuk mencari uang, hanya sekadar untuk gaya saja. Kemudian bergabung dengan grup band Joes & His Band, dan mulai turut serta pada festival-festival musik. Ternyata dalam lomba itu grupnya berhasil meraih juara ke dua, dan ia terpilih sebagai gitaris terbaik.
Awal mula ketertarikan Ireng dalam dunia musik muncul dari kakaknya, Kiboud, pada usia 16 tahun. Kakaknya, Kiboud Maulana, juga dikenal publik sebagai gitaris ternama. Kiboud terlebih dahulu menghembuskan nafas terakhirnya pada Juni 2015 lalu di usia 77 tahun. Namun, nama Ireng mulai dikenal publik setelah membentuk band bernama Eka Sapta. Bersama Bing Slamet, Idris Sardi, dan Eddy Tulis, Ireng menjadi gitaris dalam grup tersebut. Grup Eka Sapta tampil mengisi acara Pojok Jazz di stasiun televisi TVRI pada 1970-an.
Dari kelompok Joes & His Band, ia bergabung bersama grup musik Gelora Samudra bermain di Hotel Des Indes Jakarta. Pada tahun 1960-an bersama Bing Slamet, Idris Sardi dan Eddy Tulis, mendirikan Band Eka Sapta. Grup musik ini ditampilkan oleh Mus Mualim, untuk mengisi acara Pojok Jazz TVRI pada tahun 1970-an. Keinginan memperdalam permainan gitar membuat Ireng bertekad hijrah ke luar negeri selama beberapa tahun. Dia belajar di City Line Guitar Centre Amerika Serikat, anehnya dia malah belajar memainkan gitar klasik. Setelah itu dilanjutkan untuk memperdalam musik di Konijnklijk Conservatorium, Den Haag, Belanda. Mulai mempelajari musik jazz justru dari Mus Mualim .Pada tahun 1964, ia pernah melawat ke New York, turut berpartisipasi mengisi acara New York World Fair.
Tahun 1978 mendirikan grup Ireng Maulana All Stars dengan delapan anggota antara lain, Benny Likumahuwa, (trombone), Hendra Wijaya (piano), Maryono (saksofon), Benny Mustapha (drums), Karim Tes (trompet), Roni, (bass) dan Ireng Maulana sendiri pada (gitar dan banjo). Kelompok ini terus berkembang hingga terbentuknya Ireng Maulana Associates, sebuah organisasi tempat bergabung para musisi jazz di Jakarta. Dengan lembaga ini pula Ireng menyelenggarakan pesta musik jazz internasional Jakarta Jazz Festival. Selain itu ia juga pernah ikut tampil di North Sea Jazz Festival di Belanda.
Penampilannya dalam Festival Jazz Internasional di Singapura, September tahun 1983, mungkin tidak terlupakan Ireng Maulana. Dengan membawa bendera Ireng Maulana All Stars, sambutan penonton di luar dugaan. Mulanya terkesima, lalu di akhir pertunjukan mereka berdiri, bertepuk tangan, dan meneriakkan bis”(lagi) berkali-kali. Esoknya, pada tanggal 25 September 1983, surat kabar The Sunday Times, muncul dengan berita berjudul Standing Ovation for Jazz Group. Hal yang konon belum pernah dilakukan sebelumnya oleh penonton Singapura, terutama untuk musik jazz. Kritikus jazz Balbier S. Marcus mengomentari mereka sungguh luar biasa dan sangat sempurna dalam bidangnya masing-masing.
Tak hanya mendalami musik secara otodidak, Ireng merupakan lulusan dari akademi musik Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). LPKJ merupakan cikal bakal dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang telah melahirkan seniman-seniman Indonesia, seperti aktor Didi Petet, produser Mira Lesmana, serta aktor Slamet Rahardjo. Ireng merupakan salah satu musisi penggagas lahirnya pesta musik International Jakarta Jazz Festival atau lebih dikenal Jak Jazz. Festival ini pertama hadir pada 1988, diikuti oleh setidaknya 23 negara.
Meninggal dunia - Musisi jazz Ireng Maulana meninggal dunia pada Sabtu, 5 Maret 2016 dalam umur 71 tahun, diduga karena mengalami serangan jantung. Saat ini jenazah disemayamkan di rumah duka ruang Lazulite, Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, dan rencananya akan dimakamkan di Kampung Kandang, pada Senin, 7 Maret, pukul 11 siang.
Nama Ireng diperoleh pada masa kanak-kanak. Adik kandung Kiboud Maulana ini terpaksa dititipkan orang tuanya kepada orang lain, untuk mengubah tabiatnya yang amat bandel. Kebetulan yang menerimanya adalah tetangganya, orang Jawa, yang kemudian memberi nama baru "Ireng", yang artinya hitam, meskipun kulit si kecil anak putih bersih. Kesenangan akan jazz mungkin turun dari pamannya, Tjok Sinsoe, pemain bass pada era jazz tahun 40-an.
Sampai usia remaja Ireng belum berminat pada musik. Karena ada rasa tanggung jawab kepada keluarga, lantaran ayahnya meninggal, Ireng kemudian kursus bahasa Perancis dan mengetik, juga kursus pemegang buku bond A dan bond B. Namun bakat musiknya mulai menggoda. Pada usia 16 tahun, Ireng sudah bergumul dengan alat musik, terutama gitar. Dia mulai ikut-ikutan kakaknya Kiboud Maulana, yang waktu itu sudah menjadi gitaris kondang. Semula tujuannya bukan untuk mencari uang, hanya sekadar untuk gaya saja. Kemudian bergabung dengan grup band Joes & His Band, dan mulai turut serta pada festival-festival musik. Ternyata dalam lomba itu grupnya berhasil meraih juara ke dua, dan ia terpilih sebagai gitaris terbaik.
Awal mula ketertarikan Ireng dalam dunia musik muncul dari kakaknya, Kiboud, pada usia 16 tahun. Kakaknya, Kiboud Maulana, juga dikenal publik sebagai gitaris ternama. Kiboud terlebih dahulu menghembuskan nafas terakhirnya pada Juni 2015 lalu di usia 77 tahun. Namun, nama Ireng mulai dikenal publik setelah membentuk band bernama Eka Sapta. Bersama Bing Slamet, Idris Sardi, dan Eddy Tulis, Ireng menjadi gitaris dalam grup tersebut. Grup Eka Sapta tampil mengisi acara Pojok Jazz di stasiun televisi TVRI pada 1970-an.
Dari kelompok Joes & His Band, ia bergabung bersama grup musik Gelora Samudra bermain di Hotel Des Indes Jakarta. Pada tahun 1960-an bersama Bing Slamet, Idris Sardi dan Eddy Tulis, mendirikan Band Eka Sapta. Grup musik ini ditampilkan oleh Mus Mualim, untuk mengisi acara Pojok Jazz TVRI pada tahun 1970-an. Keinginan memperdalam permainan gitar membuat Ireng bertekad hijrah ke luar negeri selama beberapa tahun. Dia belajar di City Line Guitar Centre Amerika Serikat, anehnya dia malah belajar memainkan gitar klasik. Setelah itu dilanjutkan untuk memperdalam musik di Konijnklijk Conservatorium, Den Haag, Belanda. Mulai mempelajari musik jazz justru dari Mus Mualim .Pada tahun 1964, ia pernah melawat ke New York, turut berpartisipasi mengisi acara New York World Fair.
Tahun 1978 mendirikan grup Ireng Maulana All Stars dengan delapan anggota antara lain, Benny Likumahuwa, (trombone), Hendra Wijaya (piano), Maryono (saksofon), Benny Mustapha (drums), Karim Tes (trompet), Roni, (bass) dan Ireng Maulana sendiri pada (gitar dan banjo). Kelompok ini terus berkembang hingga terbentuknya Ireng Maulana Associates, sebuah organisasi tempat bergabung para musisi jazz di Jakarta. Dengan lembaga ini pula Ireng menyelenggarakan pesta musik jazz internasional Jakarta Jazz Festival. Selain itu ia juga pernah ikut tampil di North Sea Jazz Festival di Belanda.
Penampilannya dalam Festival Jazz Internasional di Singapura, September tahun 1983, mungkin tidak terlupakan Ireng Maulana. Dengan membawa bendera Ireng Maulana All Stars, sambutan penonton di luar dugaan. Mulanya terkesima, lalu di akhir pertunjukan mereka berdiri, bertepuk tangan, dan meneriakkan bis”(lagi) berkali-kali. Esoknya, pada tanggal 25 September 1983, surat kabar The Sunday Times, muncul dengan berita berjudul Standing Ovation for Jazz Group. Hal yang konon belum pernah dilakukan sebelumnya oleh penonton Singapura, terutama untuk musik jazz. Kritikus jazz Balbier S. Marcus mengomentari mereka sungguh luar biasa dan sangat sempurna dalam bidangnya masing-masing.
Tak hanya mendalami musik secara otodidak, Ireng merupakan lulusan dari akademi musik Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). LPKJ merupakan cikal bakal dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang telah melahirkan seniman-seniman Indonesia, seperti aktor Didi Petet, produser Mira Lesmana, serta aktor Slamet Rahardjo. Ireng merupakan salah satu musisi penggagas lahirnya pesta musik International Jakarta Jazz Festival atau lebih dikenal Jak Jazz. Festival ini pertama hadir pada 1988, diikuti oleh setidaknya 23 negara.
Meninggal dunia - Musisi jazz Ireng Maulana meninggal dunia pada Sabtu, 5 Maret 2016 dalam umur 71 tahun, diduga karena mengalami serangan jantung. Saat ini jenazah disemayamkan di rumah duka ruang Lazulite, Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, dan rencananya akan dimakamkan di Kampung Kandang, pada Senin, 7 Maret, pukul 11 siang.
Tag :
Musisi